Padasaat ini pengolahan ikan asap di Jawa Tengah khususnya Tegal makin berkembang. Berbagai jenis ikan yang banyak digemari sebagai ikan asap adalah bandeng, tongkol dan tuna. Agar ikan asap makin diemari konsumen, dalam proses pengasapan pun harus lebih diarahkan untuk mendapatkan cita rasa yang spesifik. Untuk itu penulis mencoba untuk membuat Halini agar proses tumbuh klekap berjalan cepat. Siklus pertama tambak ujicoba budidaya bandeng teknik stunting ditebar 3.200 ekor gelondongan bandeng yang berasal dari petak pendederan. Setelah dipelihara sekitar 60 hari bisa menghasilkan panen bandeng sekitar 825 kg. Carapengolahannya, pemindangan terdiri atas pemindangan air garam dan pemindangan garam.Contoh: Pindang bandeng, Pindang cuwe, dll Pengasapan: Proses pengawetan ikan dengan menggunakan media asap atau panas dengan tujuan untuk membunuh bakteri dan memberi citarasa yang khas.Contoh: Ikan asap, Ikan kayu, Ikan fufu, dll Gambar4.1 Proses Pembuatan Bandeng Asap ..49 Gambar 4.2 Skema Rantai Pasok Bandeng Asap di UD. Bunda Foods ..53 Gambar 4.3 Struktur Hierarki Strategi Mitigasi Risiko Rantai Pasok Bandeng Asap ..80. 1 BAB I Vay Tiền Nhanh Ggads. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 4 3 2015 © Indonesian Food Technologists Artikel Penelitian Efek Perbedaan Suhu dan Lama Pengasapan terhadap Kualitas Ikan Bandeng Chanos chanos Forsk Cabut Duri Asap Dwi Yanuar Budi Prasetyo1*, Yudhomenggolo Sastro Darmanto2, Fronthea Swastawati2 1Magister Manajemen Sumber Daya Pantai, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang 2Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang *Korespondensi dengan penulis yanuarprasetyo87 Artikel ini dikirim pada tanggal 12 Februari 2015 dan dinyatakan diterima tanggal 4 April 2015. Artikel ini juga dipublikasi secara online melalui Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang diperbanyak untuk tujuan komersial. Diproduksi oleh Indonesian Food Technologists ©2015 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama waktu pengasapan terhadap kualitas ikan bandeng Chanos chanos Forsk cabut duri asap. Ikan bandeng cabut duri dibagi menjadi 9 grup direndam dalam larutan asap cair sekam padi 5% dan larutan garam 5% selama 30 menit kemudian ditiriskan pada suhu ruang selama ± 1 jam. Ikan bandeng yang telah direndam kemudian dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan pada suhu S1=40°C, S2=60°C, S3=80°C selama T1=1jam, T2=2jam, T3=3jam. Data dianalisis menggunakan Analysis of Variance ANOVA pada tingkat kerpercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan suhu dan lamapengasapan memberikan pengaruh nyata p0,05. Perbedaan suhu dan lama pengasapan memberikan pengaruh nyata p4% sedankan faktor ekstrinsik dapat disebabkan oleh panas dan pelekatan komponen asap cair yang dapat bereaksi dengan enzim pada jaringan ikan menjadikan peningatan laju perubahan kadar lemak Stolyhwo and Sikorski, 2005. Grafik 2. Nilai rata-rata pH pada asap cair sekam padi dan bandeng asap Grafik 3. Nilai rata-rata Fenol ppm pada asap cair sekam padi dan bandeng asap Penentuan kadar abu ditujukan untuk menilai kandungan mineral dalam makanan, apakah masih tersedia atau tidak karena dan sebagai parameter nilai gizi makanan. Suu dan lama pengasapan memberikan pengaruh nyata pAtung Parinarium glaberimmum Hassk was tropical plant as potential as antimicrobial much grown in Eastern Indonesia especially in Maluccas area. The aim of this research was to determine the chemical characteristics of smoked swordfish was soak in extract atung seed before smoking. Measurement parameter of chemical characteristics covering the moisture conten, levels of ash, levels of fat, levels of a protein micro method Kjeldahl ash AOAC 2005, carbohydrates method by difference and microbiologi. The observation is made every day storage 2 days up 4 days. This research used Factorial Randomized Design with 3 replication. Data analysis statistic univariate using software SPSS 20. The results of this research show the swordfish were soak in extract atung seed before smoking affect the chemical characteristics and microbiologi. Swordfish smoked with extract atung seed and room tempareture storage were given significant effect α=5% to the microbes total. The best value of swordfish in soak of atung extract at first production with value of microbes 2,6x104 CFU. The chemical characteristics analysis result show differences among the treatments during the storage room temperature. The best values of chemical characteristics swordfish smoked at 2 days room temperature storage with moisture level 59,46%, ash level 2,66%, fat level 1,63%, protein level 34,62% and carbohydrat level 1,63%. Keywords Atung seed, natural preservative, quality0,05. In conclusion, rice husk smoked tilapia was most preferred in terms of color, taste, texture and aroma. Coconut husk smoked tilapia has the highest protein content and lowest microbial Wibowo SasongkoAloysius MasiIkan tongkol Euthynnus affinis memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai produk sambal ikan asap. Upaya diversifikasi olahan ikan tongkol dilakukan dengan aplikasi asap cair kemudian diolah menjadi sambal ikan tongkol dalam kemasan retort pouch. Penggunaan kemasan retort pouch akan meningkatkan daya awet dari produk tersebut. Tujuan penelitian ini adalah mengaplikasikan teknologi pengalengan sambal ikan tongkol asap dengan kemasan retort pouch, menganalisis mutu hedonik dan mengalisis cemaran mikrobiologi yang ada pada produk tersebut. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode perendaman ikan tongkol dalam larutan asap cair 5% selama 5 menit. Ikan tongkol selanjutnya diolah menjadi sambal ikan dengan dua varian yaitu sambal balado dan sambal rica-rica. Produk disterilisasi dalam kemasan retort pouch pada suhu 121oC selama 20 menit, kemudian disimpan hingga 2 bulan. Penelitian dilakukan dalam dua kali ulangan. Parameter mutu produk diukur dengan uji hedonik, cemaran ALT, dan Salmonella. Data mutu dianalisis secara deskriptif kualitatif. Penelitian akan menghasilkan produk tepat guna sambal ikan tongkol asap siap saji ready to eat yang memiliki mutu dan daya awet lebih baik dibandingkan dengan produk yang dikemas konvensional. Tingkat kesiapterapan teknologi TKT dari penelitian terapan ini adalah pada TKT 6 yaitu demonstrasi model/prototype pada lingkungan yang relevanJihan Fathya Kurnia Eko Nurcahya DewiRetno Ayu KurniasihSelai lembaran merupakan modifikasi dari selai oles yang memiliki tekstur kompak, plastis dan tidak lengket sehingga lebih praktis untuk disajikan dengan roti maupun pangan lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh konsentrasi bubur Eucheuma cottonii terhadap karakteristik selai lembaran. Penggunaan E. cottonii sebagai bahan pembuatan selai lembaran dikarenakan adanya kandungan karagenan yang dapat mempengaruhi tekstur selai lembaran. Perlakuan pada penelitian ini adalah penggunaan bubur E. cottonii yang berbeda konsentrasi yaitu 30%, 35% dan 40%. Pembuatan selai lembaran yaitu dengan mencampur bubur E. cottonii, gula, asam sitrat, pektin dan margarin, lalu dipanaskan dan dicetak dalam bentuk lembaran. Parameter yang diuji meliputi uji hedonik, kadar serat kasar, hardness dan kadar air. Penelitian ini menggunakan model Rancangan Acak Lengkap dan data statistik yang diolah menggunakan SPSS 16. Data parametrik dianalisis menggunakan uji sidik ragam dan Beda Nyata Jujur BNJ. Kesimpulan dari penelitian ini adalah semakin tinggi konsentrasi bubur E. cottonii yang ditambahkan, dapat mempengaruhi tingkat kesukaan panelis, meningkatkan nilai kadar serat kasar, nilai hardness dan nilai kadar air selai lembaran. Formulasi selai lembaran terbaik yaitu selai lembaran dengan konsentrasi bubur E. cottonii 35%, dengan hasil uji hedonik dengan selai kepercayaan 7, TVC on PLS skipjack was 153 cfu/g very significantly higher P The cathepsins B and L activity decreased along with increased power supplied to the FIR heater. Drying increased the denaturation enthalpy ΔH of myosin and actin as well as the thermal transition temperature Tmax of actin compared with the fresh, non-dried squid. HPD-treated samples had the highest Tmax of myosin and HPD + 1FIR-treated samples had the lowest Tmax of actin. Electrophoretic profiles showed the disappearance of 24, 57, 93, 105, 121 and 172 kDa bands, while the new concomitant bands were appeared at 30, 37, 102 and 154 kDa. Dried squid muscle had dense and firm microstructure, and high FIR intensity resulted in more compact and coherent structure of dried squid. Generally, HPD in combination with FIR did not induce significant loss of amino acid quality in the dried squid L. evaluation of brine pre-treated catfish, Clarias gariepinus smoked with the smoke of woods such as Anthonata mycrophylla and Dialium guinensis were studied. Thirty catfishes weighing 475 ± 50 g were harvested, killed, eviscerated and rinsed thoroughly under tap water and were divided into 3 batches of ten fishes and were immersed in 10% brine solution for 30 min. Each batch was smoked for 4 h with woods’ smoke of A. mycrophylla, D. guinensis and gas oven, respectively. The oven dried sample served as control. The smoked catfish were allowed to cool at room temperature and samples were taken from each batch, respectively for proximate composition analysis. Nevertheless, the remaining smoked fish products were labeled/coded and subjected to sensory evaluation by trained test panel on ten point hedonic scale. Results of the sensory evaluation obtained reveal that there was no significant difference P > among the sensory parameters except the flavour; however, the proximate analyses revealed that fish samples smoked with woods had higher scores for ash than oven dried fish P < Nevertheless, the crude fat of oven dried sample is higher than those recorded for samples smoked with woods P < These results show that these woods could be suitable for fish smoking without negative effects on nutrients and sensory qualities for consumer digestibility and protein quality of raw rainbow trout, broiled rainbow trout and smoked rainbow trout were studied by in vitro assay, Amino acid score AAS and protein digestibility corrected amino acid score PDCAAS. Protein digestibilities of samples were determined using an in vitro, three-enzyme method in a pH-stat and three- and four-enzyme pH-drop methods. Amino acid score was based on the amount of the single most limiting amino acid, and its calculation included the use of the requirement pattern suggested by FAO/WHO/ UNU for pre-school children. Protein digestibilities of raw, broiled and smoked rainbow trout were found to be and using the three-enzyme pH-drop method, and using the four-enzyme pH-drop method, and and using the three-enzyme pH-stat method, respectively. When the amino acid score was corrected for in vitro three-enzyme pH-stat method protein digestibility, the resulting values of and were obtained. Amino acid score corrected for protein digestibility seems to predict, accurately, the nutritional quality of fish protein when in vitro values are Stołyhwo Zdzisław SikorskiAmong hundreds of components, wood smoke also contains at least 100 polycyclic aromatic hydrocarbons PAH and their alkylated derivatives. Many of them are carcinogenic. Benzo[α]pyrene BaP is regarded as a marker of the carcinogenic PAH in smoke and smoked fish, although in olive residual oil the maximum level of 2 μg/kg for each of the eight most carcinogenic PAHs, including BaP, has been set. Contemporary analytical procedures based on extraction of the hydrocarbons from the matrix, clean-up procedure, separation by gas chromatography GC or high performance liquid chromatography HPLC, followed by detection and quantification by mass spectrometry MS or fluorescence detectors FLD, respectively, make it possible to determine individual PAH in smoked foods at concentrations of the order of μg/kg or even μg/kg. Heavily smoked fish from traditional kilns, especially their outer parts, may contain up to about 50 μg BaP/kg wet weight, while the meat of mild hot-smoked fish, from smokehouses supplied with conditioned wood smoke from external generators, contains only about μg/kg, or even less. Some older data on the contents of BaP in smoked fish should be treated with caution, if the analytical procedures used did not guarantee unequivocal separation and identification of the individual moisture smoked beef was prepared by cook-soak/equilibration in a solution containing sodium chloride, sodium nitrite and potassium sorbate. Two further solutions contained glycerol and glycerol + 'onion' in addition to the above ingredients. Half the samples in each treatment group were smoked for 18 h heavy smoking and the others for 4 h light smoking at 50°C. All samples developed the pink-red colour of nitrite cured meat but those treated with glycerol were darker, presumably due to decreased moisture contents. Glycerol increased the apparent moisture, fat and sodium dodecyl sulphate SDS soluble protein contents and also improved the conversion of haemoproteins to the cooked cured form but decreased the percent soluble hydroxyproline. Smoking caused a marked decrease in moisture, SDS-soluble protein and soluble hydroxyproline contents and slightly decreased the available lysine and percent conversion of the haemoproteins to the cured nitrose forms. Smoking also caused increased darkening and hardness of the samples. Total viable aerobes, coliforms and fungi were below the levels of detection while TBA values were low and all samples possessed no detectable rancidity. Electrophoretograms of the samples indicated that cooking/equilibration had no significant effects on the proteins present but smoking led to a slight loss of some of the protein changes during salting of Milkfis Chanos chanosT SannaveerapaK AmmuJ JospehSannaveerapa, T., Ammu, K., Jospeh J. 2004. Proteinrelated changes during salting of Milkfis Chanos chanos. J-Sci Food Agric 84. 863 investigation on the quality of smoked mackerel Rastrelliger sp using various wood waste of liquid smoke_________________. 2005. Some investigation on the quality of smoked mackerel Rastrelliger sp using various wood waste of liquid smoke. Journal of Coastal Development Vol. 8 Number 3. 201-205. Pengabdian Masyarakat Tim Dosen dan Mahasiswa UPN Veteran Jatim Tim dosen Universitas Pembangunan Nasional UPN Veteran Jawa Timur, yang terdiri dari Dr. Ir. Sri Winarti, MP dan Ir. Titi Susilowati, MT dibantu mahasiswanya yaitu Elionora Brigita Yuliro serta Adelia Permatasari melakukan pengabdian masyarakat, Minggu 29/8. Materi pelatihannya adalah proses pengolahan limbah bandeng menjadi kecap ikan aneka rasa. Sanusi, Wartawan Radar Sidoarjo Kegiatan pengabdian masyarakat tersebut, bertempat di CV Maharani Dwi Bayu di Desa Kalanganyar, Kecamatan Sedati. Kecap aneka rasa tersebut terdiri dari asin, pedas dan manis. Diolah dari limbah bandeng seperti kepala, ekor dan duri. Selain belajar proses produksi kecap aneka rasa, juga diberikan pelatihan aplikasi pengemasan dan pelabelan terhadap kecap yang dihasilkan. “Dari segi estetika kemasan sangat penting untuk menarik minat konsumen. Apalagi, teknologi pangan kemasan tanpa label tidak sesuai dengan peraturan undang-undang tentang pelabelan pangan,” kata Dr. Ir. Sri Winarti, MP. Menurutnya, label dan pelabelan berkaitan dengan tiga fungsi pengemasan. Yaitu, fungsi identifikasi, fungsi membantu penjualan produk dan fungsi pemenuhan peraturan perundang-undangan. Dia mengungkapkan, kecap limbah bandeng yang dikembangkan di CV Maharani memiliki keunggulan. Di antaranya dapat menggantikan sambel bandeng asap dan bandeng presto yang sebelumnya memang dibuat dari kecap kedelai ditambah bumbu-bumbu cabai untuk memberikan sensasi pedas. Ir. Titi Susilowati, MT menambahkan, kemasan kecap yang digunakan adalah kemasan yang tahan sterilisasi. Yaitu botol kaca dan aluminium foil. Hal ini dipilih karena salah satu tahap pengolahan kecap adalah sterilisasi. “Proses sterilisasi sangat penting dilakukan untuk mensterilkan kecap bandeng agar memiliki daya awet yang tinggi, sehingga memperluas distribusi,” ujarnya. Proses sterilisasi di perusahaan besar, ujarnya, biasanya dilakukan dengan menggunakan retort. Yaitu alat pemanas dengan tekanan tinggi. “Untuk aplikasi sterilisasi skala UKM perlu dilakukan modifikasi alat sterilisasi dengan harga yang terjangkau,” pungkasnya. */vga PROSES PRODUKSI BANDENG ASAP PT. BANDENG JUWANA SEMARANG LAPORAN KERJA PRAKTEK Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan Disusun Oleh NANA THEODORA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015 PROSES PRODUKSI BANDENG ASAP PT. BANDENG JUWANA SEMARANG Disusun Oleh NANA THEODORA Program Studi Teknologi Pangan Laporan kerja praktek ini telah disetujui dan dipertahankan di hadapan sidang penguji pada tanggal 14 Juli 2015 Semarang,14 Juli 2015 Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata Pembimbing Lapangan Daniel Nugroho Dekan Victoria Kristina Ananingsih, ST, MSc. Pembimbing Akademik Dr. A. Rika Pratiwi, MSi i KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan bimbinganNya selama Kerja Praktek periode Januari-Februari2015 di PT. Bandeng Juwana, Semarang hingga penyusunan laporan kerja praktek berakhir dengan Kerja Praktek disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi kelengkapan akademis untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan serta sebagai bentuk tanggung jawab penulis terhadap perusahaan dengan menjabarkan dan membahas yang telah diperoleh penulis selama periode Kerja Praktek di PT. Bandeng Juwana, Semarang. Penulis menyadari bahwa laporan kerja praktek dapat terselesaikan berkat usaha, bimbingan, serta dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada 1. Victoria Kristina Ananingsih, ST. MSc. selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata Semarang yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan kerja praktek. 2. Dr. A. Rika Pratiwi, MSi. selaku dosen pembimbing kerja praktek yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dalam penyusunan dan penulisan laporan kerja praktek. 3. dr. Daniel Nugroho selaku Direktur PT. Bandeng Juwana, Semarang yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan Kerja Praktek di PT. Bandeng Juwana, Semarang. 4. Ibu Eva selaku pembimbing lapangan yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mendampingi selama kerja praktek. 5. Orang tua dan adikku yang telah memberikan dukungan semangat dan doa yang sangat berarti selama kerja praktek dan proses penyusunan laporan. 6. Dea Devina, Rosabella Elviana, dan Roderic Gunawan sebagai teman seperjuangan selama kerja praktek di PT. Bandeng Juwana, Semarang. 7. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan semangat dan bantuan hingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik. ii iii Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kerja praktek ini masih belum karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk menyempurnakan laporan kata, penulis berharap agar laporan kerja praktek ini berguna dalam menambah pengetahuan bagi semua pihak yang memberkati. Semarang, 14 Juli 2015 Penulis, Nana Theodora DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ...........................................................................................ii DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v DAFTAR DIAGRAM ........................................................................................... vi 1. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 2. PROFIL PERUSAHAAN............................................................................... 2 Latar Belakang Pendirian PT Bandeng Juwana ............................................... 2 Visi dan Misi Perusahaan ............................................................................... 2 Lokasi Usaha PT. Bandeng Juwana ................................................................. 3 Prinsip Kerja Perusahaan ................................................................................. 3 Struktur Organisasi Perusahaan ....................................................................... 4 3. SPESIFIKASI PRODUK .............................................................................. 5 4. MATERI DAN PEMBAHASAN ................................................................. 6 Proses Pengolahan ........................................................................................... 6 Penerimaan dan Penyortiran Bahan Baku ...................................................... 8 Pembuangan Sisik dan Perut Ikan Penyiangan serta Pencucian .................. 9 Penyimpanan dalam Cool Room .................................................................. 10 Penambahan dan Perendaman dalam Bumbu .............................................. 11 Persiapan Pengasapan .................................................................................. 12 Pengasapan ................................................................................................... 12 Pendinginan .................................................................................................. 15 Pengemasan .................................................................................................. 16 Layout Ruang Produksi Bandeng Asap ....................................................... 17 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 18 Kesimpulan .................................................................................................... 18 Saran ............................................................................................................. 18 6. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 19 iv DAFTAR GAMBAR Gambar Asap ....................................................................................... 5 Gambar Isi Perut Ikan Bandeng ................................................... 9 Gambar room ............................................................................................ 10 Gambar Bumbu ............................................................................... 11 Gambar 5. Proses Pengasapan Ikan Bandeng ...................................................... 12 Gambar Pendingin ................................................................................. 15 Gambar dari PT. Bandeng Juwana.................................................... 16 Gambar Ruang Produksi Bandeng Asa ................................................ 17 v DAFTAR DIAGRAM Diagram 1. Proses Produksi Bandeng Asap .......................................................... 6 vi 1. PENDAHULUAN Bandeng Juwana yang terletak di Jalan Pandanaran No. 57 Semarang merupakan salah satu industri pangan yang menjadikan bandeng sebagai bahan baku makanan khas asal Semarang, yaitu Bandeng Bandeng Juwana ini tidak hanya bandeng duri lunak yang dijual, namun Bandeng Juwana dapat memunculkan olahan-olahan bandeng lain seperti Bandeng Asap. Bandeng Asap merupakan produk yang laris di beli para konsumen yang menyukai ikan pengolahan untuk bandeng asapyang berbeda inilah yang membuat bandeng disukai oleh para konsumen. Serta dalam pembuatan bandeng asap menggunakan bahan-bahan tambahan yaitu bawang putih, bawang merah, ketumbar, kemiri dan kunyit sehingga menghasilkan rasa yang berbeda dengan olahan bandeng yang lain. Juga dari proses pengolahannya sangat berbeda dan membuat bandeng asap ini memiliki rasa dan aroma yang khas, yang tidak dimiliki oleh ikan bandeng yang lain. 1 2. PROFIL PERUSAHAAN Latar Belakang Pendirian PT Bandeng Juwana Ide untuk membuat bandeng duri lunak didapat sekitar tahun 1980 setelah pemilik dr. Daniel Nugroho Setiabudi melihat ada sebuah toko bandeng duri lunak yang selalu usaha Bandeng Juwana berasal dari kota Juwana tempat kelahiran istri dr. Daniel yang pada saat itu terkenal produk bandengnya. Pada awal pembuatan usaha, dr. Daniel memproduksi satu hingga lima kg selama tiga bulan dengan menggunakan pressure cooker kemudian produk dibagikan kepada rekan-rekan yang pandai memasak agar diperoleh kritik dan saran. Setelah percobaan membuat bandeng duri lunak selama 3 bulan, pada tanggal 3 Januari 1981 mulai berjualan di depan rumah dengan 1 lemari jualan dan 1 tenaga penjual. Walaupun penjualan masih sedikit, dr. Daniel tetap bersemangat karena beliau berpendapat bahwa menjalankan usaha memerlukan ketekunan, kesabaran, dan ketekunannya, kini usahanya berkembang dengan dimilikinya tiga cabang toko Bandeng Juwana yang ditambah dengan satu pabrik pengolahan bandeng. PT. Bandeng Juwana kini merupakan salah satu toko oleh-oleh populer di kota Semarang. Bahkan bisa dikatakan bahwa PT. Bandeng Juwana ini lebih maju dibandingkan toko-toko penjual bandeng yang dr. Daniel, usahanya ini terus berkembang karena dia mempunyai prinsip yaitu ATM Amati Tiru Modifikasidan selalu memberikan fasilitas yang berbeda dengan toko-toko yang lain yaitu memberikan pelayanan service yang terbaik. Sering kali dengan adanya pelayanan yang baik akan membuat para konsumen berdatangan bahkan akan kembali ke tempat itu lagi. Visi dan Misi Perusahaan a. Visi Visi dari PT. Bandeng Juwana adalah menjadi wujud kasih dan berkat Tuhan serta pengalaman kasih. Setiap perkembangan, kemajuan, dan pelayanan yang diberikan PT. Bandeng Juwana dilakukan untuk menyalurkan kasih Tuhan kepada sesama manusia sehingga menjadi berkat bagi banyak orang disekitar, termasuk karyawan serta konsumen PT. Bandeng Juwana. 2 3 b. Misi Misi dari PT. Bandeng Juwana adalah memacu kreativitas para pekerja dalam menciptakan dan mengembangkan produk yang berkualitas rasa, bentuk, kemasan, dan kebersihannya sehingga dapat meningkatkan kepuasan pelanggan. Misi yang lain adalah terciptanya kerja sama yang saling menguntungkan antar karyawan, pelanggan, dan masyarakat sekitar karena keberadaan mereka adalah faktor pendukung yang penting bagi perkembangan PT. Bandeng Juwana. Lokasi Usaha PT. Bandeng Juwana PT. Bandeng Juwana memiliki 3 lokasi toko di Semarang yaitu di Jl. Pandanaran no 57, Jl. Pandanaran no 83dan Jl. Pamularsih no 70. Sedangkan, pengolahan atau produksi produk bandeng dilakukan di bagian belakang toko Bandeng Juwana di Jl. Pandanaran no 57, di Jl. Lingkungan Industri Kecil I/274 D, dan di Jl. Gatot Subroto X, Semarang Prinsip Kerja Perusahaan Prinsip kerja PT. Bandeng Juwana meliputi a. Bertumbuh menjadi besar dalam kasih Setiap perkembangan, kemajuan, dan pencapaian PT. Bandeng Juwana merupakan salah satu wujud kasih kepada karyawan, konsumen, maupun masyarakat sekitar. Prinsip ini sejalan dengan visi perusahaan dimana perusahaan yang bertumbuh dan berkembang dalam kasih akan memberi berkat atau dampak yang baik. b. Kreativitas dan kualitas Kreativitas merupakan aspek penting dalam perkembangan perusahaan PT. Bandeng Juwana, dimana inovasi berbagai produk olahan bandeng terus juga merupakan hal penting untuk menjamin kepuasan konsumen. Aspek-aspek kualitas yang diperhatikan oleh perusahaan antara lain rasa, kemasan, kebersihan, dan pelayanan yang selalu berusaha memberikan yang terbaik. 4 Struktur Organisasi Perusahaan PT. Bandeng Juwana dipimpin oleh dr. Daniel Nugroho selaku pemilik dan direktur yang mengambil segala keputusan operasional perusahaan, membina karyawan, mengontrol dan mengawasi kelangsungan hidup perusahaan. Direktur dibantu oleh satu orang sekretaris dan tujuh orang kepala bagian, yaitu a. Kepala bagian keuangan Tugas dari kepala bagian keuangan antara lain mengatur karyawan bagian finance, accounting, dan kasir. Kepala bagian keuangan juga mengatur keperluan kasir, kas kecil, hutang, dan gaji karyawan. b. Kepala bagian personalia dan umum Selaku kepala bagian personalia, penanggung jawab bertugas mengatur karyawan dan administrasi personalia, kesejahteraan karyawan, serta recruitment dan training karyawan. Di sisi lain, selaku kepala bagian umum, penanggung jawab bertugas mengatur karyawan bagian kebersihan, transportasi, dan keamanan. Hal ini meliputi pengantaran pesanan, mobil, dan sopir yang terlibat. c. Kepala bagian produksi Tugas dari kepala bagian produksi adalah mengatur bahan dan proses produksi bandeng serta sambal. d. Kepala bagian marketing Tugas dari kepala bagian marketing adalah mengatur ketersediaan produk toko dan warung makan, serta mengatur karyawan / pelayan toko dan karyawan bidang paket. e. Kepala bagian maintenance Tugas dari kepala bagian pemeliharaan / maintenance adalah mengatur karyawan / teknisi yang mengontrol kondisi bangunan, listrik, dan mesin perusahaan. f. Kepala bagian pembangunan dan inventaris Tugas dari kepala bagian pembangunan dan inventaris adalah mengatur peralatan perusahaan. g. Kepala bagian penelitian dan pengembangan produk Tugas dari kepala bagian penelitian dan pengembangan produk adalah mengembangkan produk baru baik untuk toko maupun warung makan. Struktur organisasi perusahaan terlampir pada lampiran. 3. SPESIFIKASI PRODUK Bandeng Juwana tidak hanya menyediakan Bandeng Duri Lunak saja, melainkan aneka produk olahan berbahan dasar bandeng seperti Bandeng Otak-otak, Bandeng Asap, Bandeng Dalam Sangkar dan masih banyak yang Asap merupakan salah satu produk yang popular di Bandeng Juwana, pembuatan bandeng ini dengan dibersihkan dulu dari sisik-sisiknya kemudian diberi campuran bumbu yaitu garam, bawang merah, bawang putih, ketumbar, kemiri, dan kunyit. Kemudian ikan tersebut dipasang di alat penyangga dan dimasukkan ke dalam alat pengasapan Proses pengasapannya berlangsung selama 4 jam pada suhu 80°C dengan menggunakan campuran sabut kelapa dan tempurung kelapa supaya rasa dan baunya lebih nikmat. Lalu dimasukkan ke dalam suatu ruangan khusus yang tertutup dan kemudian dilakukan pengemasan. Gambar 1. Bandeng Asap Gambar 1 diatas menunjukkan gambar dari ikan bandeng asap yang sudah siap saji dan tinggal dikonsumsi saja. Bandeng asap ini memiliki aroma dan rasa yang khas karena proses pengasapan yang menggunakan bahan tempurung dan sabut kelapa membuat rasa dan aroma yang berbeda dengan produksi ikan bandeng yang dengan olahan yang lainnya. 5 4. MATERI DAN PEMBAHASAN Proses Pengolahan Proses pengolahanbandeng asap terlampir pada diagram berikut ini Ikan Bandeng Garam, bawang merah, bawang putih, ketumbar, kemiri, dan kunyit Penerimaan dan Penyortiran Penyiangan isi perut dan insang Pencampuran Pencucian Penambahan Bumbu Perendaman ikan dalam bumbu Penirisan Pengasapan selama 4 jam pada suhu 80°C Pendinginan Pengemasan Bandeng Asap Diagram 1. Proses produksibandeng asap 6 7 Bandeng adalah ikan yang hidup di air laut, namun setelah besar ikan bandeng ini dibudidayakan di tambak, sehingga sampai sekarang bandeng terkenal dengan ikan yang hidup di air tawar. Nama lain dari bandeng adalah Chanos-chanos F. Negara Inggris mengenal bandneg dengan sebutan milkfish sebab daging ikan bandeng berwarna putih susu Soeseno, 1985. Kadar protein dari bandeng tergolong tinggi dan dengan kadar lemak yang rendah sehingga ikan bandeng dapat digunakan sebagai sumber protein Susanto, 2010. Namun ikan bandeng yang memiliki banyak kelebihan tentang nutrisi ini juga memiliki kekurangan yaitu duri dari ikan bandeng ini banyak sehingga membuat orang malas untuk makan ikan bandeng. Maka dari itu proses pembuatan ikan bandeng dengan cara presto adalah cara yang tepat dalam pengolahan bandeng. Bandeng juga memiliki beberapa kelemahan yang lain, kelemahannya yaitu dalam pengolahan ikan bandeng. Ikan bandeng yang berbau tanah tidak dapat dideteksi pada saat bandeng masih dalam keadaan harus dimasak terlebih dahulu, setelah dimasak baru dapat diketahui apabila bandeng tersebut bau tanah atau tidak. Maka dari itu perusahaan-perusahaan yang mengolah bandeng seringkali melakukan pengujian terhadap sampling bandeng yang diterima dari supplier dengan cara menggorengnya dan kemudian diuji secara organoleptik. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk meminimalkan kemungkinan bau tanah pada produk akhir ikan yang diterima oleh PT. Bandeng Juwana adalah ikan bandeng yang tidak bau tanah dan dalam kondisi yang baik. Pengiriman ikan bandeng ke PT. Bandeng Juwana dilakukan dengan menggunakan ikan bandeng yang ada ditambak dibawa menuju pasar kemudian dipindahkan ke dalam mobil angkutan milik Juwana untuk dibawa ke PT. Bandeng Juwana. Selama proses pengangkutan, ikan bandeng berada dalam kondisi beku dimana ikan-ikan bandeng tersebut dimasukkan kedalam drum-drum plastic dan diberi es. Kapasitas tiap drum yang ada adalah 80 kg. Pemberian es ini diberikan dengan tujuan untuk menjaga kesegaran ikan agar tidak cepat busuk. Jika ikan tidak diberi perlakuan tersebut maka ikan basah akan cepat busuk setelah sampai 10 jam dari penangkapan. Menurut Afrianto & Liviawaty 1989, pembekuan dan penyimpanan beku adalah cara terbaik untuk penyimpanan jangka panjang. Bila cara pengolahan dan pembekuan baik dan bahan mentahnya masih 8 segar, maka dapat dihasilkan ikan beku yang bila dicairkan defrosting keadaannya masih mendekati sifat-sifat ikan segar. Maka dari itu, kondisi dingin atau beku sangat diperlukan oleh ikan basah agar tidak cepat busuk dan dapat tetap segar, meskipun harus menempuh perjalanan yang cukup jauh. Bukan hanya ikan bandeng saja yang harus diperhatikan kualitasnya, namun bahan baku tambahan lainnya juga harus diperhatikan kualitasnya. Bumbu-bumbu yang digunakan harus dapat dibedakan mana yang segar dan mana yang tidak segar. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat sifat fisik dari bahan-bahan tersebut, yaitu bau dan penampakan apabila didapati ada bahan yang busuk dapat segera dibuang dan diganti dengan bahan yang masih baik sehingga tidak mencemari pembuatan bumbu untuk ikan bandeng. Dalam suatu industri pangan, proses produksi perlu diperhatikan. Kesalahan yang terjadi dalam proses produksi dapat menghasilkan produk akhir dengan mutu yang berbeda. Pada proses produksi bandeng asap, dilakukan proses penyortiran, penyiangan isi perut dan insang, pencucian penambahan bumbu, perendaman ikan dalam bumbu, penirisan, pengasapan pendinginan, dan pengemasan. Kualitas dan cita rasa produk bandeng asap diharapkan selalu terjamin dan seragam setiap produksi. Oleh karena itu, proses pengolahan dan kondisi produksi seperti suhu, kebersihan alat, dan lingkungan perlu diperhatikan sesuai standar yang sudah ditetapkan sehingga konsumen merasa puas dengan kualitas yang terjamin. Penerimaan dan Penyortiran Bahan Baku Bahan baku yang digunakan adalah ikan bandeng segar yang diperoleh dari seorang supplier yaitu Bapak Turmidzi dari daerah Bulusan, Demak. Pemanenan ikan dilakukan pada saat siang dikirim ke PT. Bandeng Juwana, ikan bandeng tersebut dibawa ke Pasar Rejomulyo untuk dilakukan penyortiran. Ikan bandeng yang dipilih oleh PT. Bandeng Juwana adalah ikan dengan ciri-ciri yaitu mata tidak merah, bersih bersinar tidak tenggelam, insang berwarna merah terang sisik dalam keadaan baik dan mengkilap, daging berwarna putih kemerah-merahan, kenyal, tidak lembek, tidak ada bau tanah dengan berat ikan bandeng per ekornya ± 0,3 kg; 0,4 kg; dan 0,5 kg. Menurut Afrianti 2008 penyortiran harus dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi kerusakan fisik pada ikan misalnya terbanting, 9 tergencet, atau bandeng merupakan salah satu ikan yang sangat mudah untuk mengalami kerusakan. Pembuangan Sisik dan Perut Ikan Penyiangan serta Pencucian Kemudian ikan bandeng yang sudah lolos dalam tahap penyortiran, dibersihkan sisiknya dan isi perutnya dibuang serta dicuci dengan air mengalir, yaitu menggunakan air dari sumur artetis yaitu air yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak bandeng yang telah melewati tahap penyortiran dan pembuangan isi perut dicuci dengan air mengalir agar kotoran-kotoran yang masih menempel hilang. Menurut JICA 2008, ikan yang ditangkap akn terkontaminasi oleh bakteri yang berasal dari permukaan luar tubuh ikan seperti kulit dan insang serta usus ikan. Bakteri yang tumbuh pada ikan ini merupakan bakteri psikotropis gram negative baik aerob maupun anaerob fakultatif. Hal ini menyebabkan pencucian dan pengeluaran isi perut sangat penting untuk dilakukan sehingga proses pembusukan akibat kontaminasi bakteri pada ikan dapat dihambat. Gambar 2. Pembuangan isi perut ikan bandeng Gambar 2 diatas menunjukkan proses penyortiran yang dilakukan ditambak dan proses penghilangan isi perut dilakukan dipasar, menyebabkan proses produksi jadi lebih praktis, karena kegiatan yang dilakukan di tempat pengolahan hanya pemasakan dan pengemasan. Hal ini dapat mengurangi limbah yaitu isi perut dan air bekas pencucian ikan bandeng yang seringkali menjadi masalah bagi lingkungan ikan bandeng yang sudah dicuci, dimasukkan ke dalam 10 drum berisi es batu untuk menjaga suhu agar tetap rendah sehingga ikan bandeng tidak mengalami kerusakan selama transportasi dari pemasok ke PT. Bandeng Juwana. Penyimpanan dalam Cool Room Setelah sampai di PT. Bandeng Juwana maka ikan bandeng dicuci kembali, dari ikan bandeng yang telah masuk ke PT. Bandeng Juwana, ada ikan bandeng yang langsung diolah, namun ada juga yang dimasukkan ke dalam cool room yang ada di PT. Bandeng Juwana menggunakan freon 52 untuk mencapai suhu 20°C sampai -30°C. Menurut Afrianto & Liviawaty 1989, freon memiliki sifat pada temperature biasa berbentuk cair, uapnya lebih berat daripada udara dan berbau chloroform, dalam bentuk gas maupun cair merupakan zat bening, tidak beracun dan tidak mudah terbakar, memiliki titik didih -30°C , tidak bersifat korosif terhadap logam dan tidak memiliki pengaruh terhadap logam. Gambar Room Menurut Afrianto & Liviawaty 1989, proses pengawetan ikan dapat dilakukan pada suhu rendah. Pada saat suhu diturunkan dibawah 0°C secara cepat, maka aktivitas bakteri pembusuk akan terhambat dan aktivitas enzim penyebab autolysis juga akan berhenti. Proses autolysis merupakan proses penguraian enzim-enzim di dalam tubuh ikan. Hasil dari penguraian tersebut dapat menjadi media yang cocok sebagai pertumbuhan bakteri maupun mikroorganisme lain. Adawyah 2007, menambahkan bahwa pengawetan ikan dengan pendinginan tidak merubah sifat asli ikan dalam tekstur, rasa, dan bau. Pendinginan ikan hingga 0°C mampu memperpanjang kesegaran ikan antara 12-18 hari sejak ikan ditangkap dan tergantung pada jenis ikan, cara penanganan, serta teknik pendinginan. 11 Penambahan dan Perendaman dalam Bumbu Kemudian setelah dimasukkan ke dalam cool room, ikan bandeng yang akan diasapkan dikeluarkan dari cool room dan mulai diberi bumbu dengan cara ikan dimasukkan ke dalam ember dan direndam dalam bumbu yang sudah di mixer sebelumnya hingga halus. Gambar 4. Pemberian Bumbu Bumbu yang ditambahkan pada ikan bandeng yang akan diasapkan adalah garam, bawang merah, bawang putih ketumbar, kunyit, kemiri, dan egg yellow. Egg yellow merupakan bahan tambahan makanan sintesis yang diijinkan yellow terbuat dari campuran tratrazine no 5 dan sunset yellow dengan penambahan secukupnya. Penggunaan egg yellow dalam industry pangan ini karena memiliki kestabilan warna yang cukup baik yaitu warna tidak mudah pudar pada saat pengolahan dan harganya pun relatif bandeng direndam pada larutan bumbu selama 15-20 menit sehingga bumbu dapat meresap ke dalam ikan dari perendaman ini adalah untuk meningkatkan cita rasa dan tekstur ikan dan juga untuk membersihkan sisa darah dan kotorankotoran yang masih Hadiwiyoto & Naruki 1999 bumbu yang digunakan dalam pengolahan bandeng mempunyai variasi yang berbeda-beda tergantung pada selera masing-masing daerah. Persiapan Pengasapan 12 Setelah proses perendaman bumbu selesai maka ikan bandeng dimasukkan ke dalam alat pengasapan dengan memasangkan alat penyangga kemudian dibagian bawah alat pengasapan disiapkan kompor, campuran sabut dan tempurung kelapa untuk mengasapi ikan hingga matang. Tujuan pemasangan alat penyangga pada ikan adalah untuk mempermudah penataan ikan dalam alat pengasapan dan membuat asap dapat masuk hingga bagian dalam tubuh ikan. Pengasapan Pada proses pengasapan PT. Bandeng Juwana, dalam satu kali proses dilakukan maka akan dapat memproduksi 25 ikan bandeng asap. Pengasapan ini dilakukan selama 4 jam dengan menggunakan suhu 80°C dan menggunakan bahan bakar campuran dari sabut kelapa dan tempurung kelapa. Campuran dari sabut kelapa dan tempurung kelapa inilah yang dapat memberi cita rasa yang khas pada ikan bandeng asap. Penataan ikan bandeng dalam alat pengasapan sangat perlu diperhatikan supaya ikan tidak saling bertumpukan. Selama pengasapan produk yang digantung tidak boleh saling bersentuhan karena asap tidak akan mencapai seluruh bagian dan produk tidak akan mengering dengan merata Berkel et al., 2004. Gambar 5. Proses Pengasapan Ikan Bandeng Dibawah kotak pengasapan diletakkan kompor yang menyala, maka api akan masuk dari lubang-lubang yang ada pada laci alat pengasapan sehingga akan membakar serabut dan tempurung kelapa tersebut. Setelah terbentuk bara maka ditambahkan lagi serabut dan tempurung kelapa hingga menimbulkan asap. Suhu 13 yang digunakan adalah 80°C selama 4 jam, suhu ini dapat dijaga dengan cara mengecek serabut dan tempurung kelapa, jika habis maka ditambahkan lagi. Setiap kali pengasapan diperlukan 4 kg bahan bakar. Pada proses pengasapan ini selain ikan menyerap asap juga membuat ikan akan matang. Apabila sudah matang maka warna dari ikan bandeng akan berubah menjadi kuning keemasan atau kuning kecoklatan. Rasa ikan akan menjadi sedap dan berdaging lunak, namun hal ini tidak dapat bertahan lama bila disimpan pada suhu rendah. Hal ini disebabkan karena kadar air dalam daging ikan masih tinggi. Metode pengasapan inilah dapat menghasilkan ikan dengan umur simpan selama beberapa hari Moeljanto, 1992. Pengasapan ikan merupakan cara pengawetan ikan dengan menggunakan asap dari sabut kelapa Murniyati dan Sunarman, 2000. Komponen asap ini mengandung berbagai senyawa kimia yang penting yang akan menentukan sifat organoleptik dan keawetan dari ikan bandeng. Banyak senyawa yang akan terbentuk dalam pengasapan yaitu senyawa golongan fenol, karbonil terutama keton dan aldehida, alcohol dan ester Yudono et al., 2007. Semakin banyaknya kandungan fenol dalam ikan asap maka akan semakin lama juga umur simpannya. Kandungan fenol juga akan mempengaruhi penampakan yang mengkilap dan memiliki rasa yang spesifik. Fenol dapat digunakan sebagai indeks kualitas dari hasil pengasapan ikan. Namun, kandungan fenol yang terlalu tinggi akan menghasilkan PAH yang bersifat karsinogen. Batas kandungan fenol pada makanan asap adalah 317 mg/kg Swastawati et al., 2007. Warna kuning keemasan atau kuning kecoklatan juga disebabkan oleh adanya reaksi dari fenol dengan oksigen dari udara. Fraksi fenol yang berperan dalam pembentukan aroma dan rasa yang spesifik adalah guaiakol, 4-metilguaiakol, 2,6-dimetoksifenol syringol. Guaiakol memberikan cita rasa asap dan syringol berperan dalam pembentukan aroma. Rasa asap yang lezat disebabkan oleh reaksi asam, fenol dan komponen lainnya Swastawati et al., 2007. Menurut Adebowale et al. 2008 dan Lyhs 2002, keuntungan dari pengasapan yaitu memberikan efek pengawetan, mempengaruhi cita rasa, memanfaatkan hasil tangkap yang berlebih ketika tangkapan berlimpah, memungkinkan ikan untuk disimpan ketika musim paceklik, meningkatkan ketersediaan protein bagi 14 masyarakat sepanjang tahunnya, membuat ikan lebih mudah dikemas, diangkut dan juga dipasarkan, biaya cukup murah dan peralatannya sederhana. Ikan asap menjadi awet karena adanya pengurangan kadar air akibat proses pemanasan dan adanya senyawa-senyawa kimia di dalam asap seperti golongan fenol yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan berperan sebagai antioksidan, dan juga dapat memberikan warna, tekstur dan flavor rasa yang khas Martinez et al., 2007. Menurut Moeljanto 1992 ada beberapa factor yang mempengaruhi mutu akhir dari produk asap yaitu 1. Bahan bakar Ada banyak bahan bakar yang dapat digunakan untuk melakukan proses pengasapan. Jenis bahan bakar yang digunakan sebaiknya memenuhi empat syarat yaitu keras, tidak mudah terbakar, tidak mengandung resin, dapat menghasilkan asap dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang lama. Beberapa jenis bahan bakar yang sering digunakan di Indonesia adalah kayu turi, jati, bakau, serbuk gergaji, merang, ampas tebu, tempurung dan serabut kelapa. 2. Suhu ruang pengasapan Pada proses pengasapan, sangat perlu diperhatikan suhu yang digunakan dalam pengasapan. Suhu pengasapan yang digunakan adalah suhu yang rendah sehingga akan menghasilkan asap yang ringan dan volume asap yang melekat pada ikan akan menjadi lebih banyak dan merata. Apabila suhu dari pengasapan tinggi maka permukaan terluar dari tubuh ikan akan menjadi cepat kering dan mengeras, sehingga penguapan air terhalang dan proses pembusukan dapat terjadi pada bagian daging ikan. 3. Sirkulasi udara Sirkulasi udara pada tempat pengasapan akan mempengaruhi mutu dari ikan bandeng asap. Bila sirkulasi udara baik, suhu dan kelembaban ruang tetap konstan selama proses pengasapan berlangsung. Aliran asap akan berjalan dengan lancer dan kontinu sehingga partikel asap yang menempel jadi lebih banyak dan merata. 4. Lama pengasapan Lama pengasapan yang dilakukan akan mempengaruhi umur simpan dan nilai gizi dari ikan bandeng tersebut. Proses pengasapan ini dapat mengurangi beberapa 15 vitamin yang terdapat dalam ikan yaitu A,D,B dan juga dapat mempengaruhi turunnya nilai ketersediaan asam amino. Pendinginan Setelah proses pengasapan selesai dan ikan sudah matang, ikan bandeng diangkut ke dalam ruang pendingin. Proses pendinginan ini menggunakan exhaust fan sehingga aliran panas pada ikan bandeng asap akan dapat keluar. Panas yang diperlukan untuk ikan bandeng asap ini adalah panas sedang. Pada ruangan pendingin ini diberi lampu sinar UV yang bertujuan untuk mencegah serangga masuk ke dalam ikan bandeng. Contoh serangganya adalah lalat, dengan adanya lampu sinar UV ini akan memikat lalat. Lampu sinar UV ini juga digunakan pada malam hari untuk menjaga kesterilan ruang pendinginan. Sinar UV ini dihubungkan dengan kipas penghisap, maka jika ada lalat yang mendekat lalat akan tertarik ke dalam kipas dan terperangkap. Udara di dalam ruang pendinginan ini cenderung panas karena ikan bandeng yang baru saja matang menghasilkan uap panas sehingga pada ruang penyimpanan ini terdapat exhaust fan untuk mengeluarkan angin panas dari ruangan penyimpanan ini ke udara bebas. Proses pendinginan dilakukan dengan cara bandeng disusun diatas rak yang dialasi dengan kertas roti yang bertujuan agar bandeng tidak bersentuhan secara langsung dengan rak. Rak susun ini terdiri dari tujuh susun dan terbuat dari stainless steel adalah bahan yang memiliki sifat tidak mudah berkarat, tidak bersifat magnetik, mudah dibersihkan, dan memiliki permukaan yang cocok untuk digunakan sebagai bahan pembuat rak Troller, 1993. 16 Gambar 6. Ruang Pendingin Di ruang pendingin ini juga ada blower fan yang dinyalakan dan akan berputar selama 24 jam dalam sehari. Blower fan ini berfungsi untuk meminimalkan adanya kontaminasi dari binatang seperti lalat, karena kerasnya hembusan angin yang dihasilkan oleh blower fan tidak akan memungkinkan lalat masuk ke dalam ikan bandeng. Menggunakan blower fan lebih efektif bila dibandingkan dengan menggunakan Air Conditioner AC. Biaya yang dibutuhkan bila menggunakan AC akan lebih besar dan juga AC tidak dapat bekerja selama 24 jam sehari. AC tidak akan bertahan lama dan harus cepat diganti dengan yang baru. Pengemasan Gambar 7. Kemasan dari PT. Bandeng Juwana Ikan bandeng asap yang sudah tidak panas, dimasukkan ke dalam kemasan plastic PVC dengan label bertuliskan Bandeng Juwana. Dalam kemasan tersebut terdapat 17 jenis bandeng lain alamat, nomor telepon perusahaan, nama produk dan ijin Departemen Kesehatan. Hal ini yang membedakan antara Bandeng Juwana yang asli dengan Bandeng Juwana yang ikan bandeng yang sudah dikemas dalam plastic PVC dimasukkan dalam kemasan karton pada saat ada pesanan dari konsumen. Menurut Syarief et al 1989, pengemasan merupakan pembungkusan, pewadahan atau pengepakan yang berperan penting dalam pengawetan. Dengan adanya pengemasan, akan dapat mengurangi dan mencegah kerusakan yang terjadi, serta dapat melindungi bahan pangan dari pencemaran mikroorganisme maupun gangguan fisik gesekan, benturan, dan getaran. Sehingga dibutuhkan pengecekan pengemasan sebelum dilakukan pengemasan untuk menghindari terjadinya kerusakan dan timbulnya kontaminasi pada bandeng asap. Layout Ruang Produkasi Bandeng Asap 1 3 2 Perendaman Bumbu 5 6 4 Gambar 8. Layout Ruang Produksi Bandeng Asap Keterangan 1. Tempat penerimaan bahan baku ikan bandeng 2. Tempat pencucian 18 3. Freezer 4. Tempat pengasapan 5. Tempat pendinginan 6. Ruang pengemasan Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa layout ruang produksi bandeng asap mulai dari penerimaan bahan baku, tempat pencucian freezer, tempat pengasapan tempat pendinginan, dan terakhir adalah ruang pengemasan. Dari layout pada gambar dapat terlihat bahwa cukup efektif karena proses pemasakannya berurutan sehingga tidak banyak waktu yang terbuang pada saat produksi sampai dengan pengemasan. 5. KESIMPULAN DAN SARAN Memproduksi bandeng asap yang berkualitas membutuhkan proses yang terbaik dari awal pembelian ikan bandeng sampai akhir pengemasan dari produk ikan bandeng. Proses produksi yang dilakukan untuk bandeng asapadalah penyortiran, penyiangan isi perut dan insang, pencucian penambahan bumbu, perendaman ikan dalam bumbu, penirisan, pengasapan, pendinginan, dan yang digunakan dalam pembuatan bandeng asap adalah garam, bawang putih, bawang merah, ketumbar, kemiri, kunyit, dan egg yellow yang dimixer menjadi satu dalam mixer bumbu. Bumbu dan proses pengasapan yang baik akan menghasilkan produk yang baik dan disukai oleh konsumen. Saran ï‚ Karyawan dapat disediakan maskeruntuk digunakan selama memproduksi produk agar lebih higenis produk ikan bandeng asapnya. 19 6. DAFTAR PUSTAKA Adawyah, M. P. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara Jakarta. Adebowale, Dongo, Jayeola, and Orisajo. 2008. Comparative quality assessment of fish Clarias gariepinus smoked with cocoa pod husk and three other different smoking material. J Food Technol. 65-8. Afrianti, E. 2008. Pengawasan Mutu Bahan atau Produk Pangan Jilid 1. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta. Afrianto, E. and E. Liviawaty.1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Berkel BM van, Boogard B van de and Heijnen C. 2004.Preservation of fish and meat. Wageningen Agromisa Foundation Hadiwiyoto, S. & Naruki, S. 1999, Optimasi Waktu Pemasakn Bandeng Presto, Agritech Vol 19 no 1 Hal 21. JICA 2008, Bantuan Teknis Untuk Industri Ikan dan Udang Skala Kecil dan Menengah di Indonesia, link Martinez O, J. Salmeron, Guillen, and C. Casas. 2007. Sensorial and physicochemical characteristics of salmon Salmo salar treated by different smoking processes during storage. Food Science and Technology International. 13477-484 Moeljanto, R. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Panebar Swadaya. Jakarta. Murniyati, A. S. and Sunarman.2000. Pendinginan, Pembekuan, dan Pengawetan Penerbit Kanisius. Soeseno, S. 198. Budidaya Ikan dan Udang Dalam Tambak. PT Gramedia. Jakarta. Swastawati, F. 2004.The Effect of Smoking Duration o The Quality and DHA Composition of Milkfish chanos chanos f. Troller, J. A. 1993, Sanitation in food Processing, Academic Press, London. 20 Asap cair atau liquid smoke adalah suatu hasil kondesasi berupa cairan dari uap hasil pembakaran dengan teknik pirolisis, dimana senyawa-senyawa yang menguap secara simultan akan ditarik dari zona reaktor panas yang kemudian akan berkondensasi pada sistem pendingin. Asap cair dibuat dari hasil pembakaran tidak sempurna dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa, serta senyawa karbon lainnya. Asap cair atau liquid smoke merupakan suatu hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran tidak langsung maupun langsung dari bahan yang banyak mengandung karbon dan senyawa-senyawa lain. Bahan baku yang banyak digunakan untuk membuat asap cair adalah kayu, bongkol kelapa sawit, ampas hasil penggergajian kayu, dan lain-lain. Asap yang semula berbentuk partikel-partikel padat akan didinginkan terlebih dahulu hingga kemudian menjadi suatu partikel cair itu disebut dengan nama asap cair. Asap cair diperoleh dengan cara mengkondensasi asap yang dihasilkan melalui cerobong pirolisis. Proses kondensasi asap menjadi asap cair sangat bermanfaat bagi perlindungan pencemaran udara yang ditimbulkan oleh proses tersebut. Asap cair mempunyai berbagai sifat fungsional karena adanya senyawa fenol dan karbonil yang mampu memberi aroma, rasa dan warna, sebagai pengawet alami karena mengandung senyawa fenol dan asam yang berperan sebagai antibakteri dan antioksidan. Berikut definisi dan pengertian asap cari dari beberapa sumber buku Menurut Maga 1987, asap cair adalah suatu campuran larutan dan dispersi koloid dari uap panas kayu dalam air yang diperoleh dari hasil pirolisa kayu atau dibuat dari campuran senyawa murni. Menurut Pszczola 1995, asap cair adalah kondensat berair alami dari kayu yang telah mengalami filtrasi untuk memisahkan senyawa tar dan bahan-bahan tertentu. Menurut Simon dkk 2005, asap cair adalah sejenis asap yang diperoleh dengan teknik pirolisis, dimana senyawa-senyawa yang menguap secara simultan akan ditarik dari zona reaktor panas dan akan berkondensasi pada sistem pendingin. Menurut Darmadji 2006, asap cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya. Menurut Pranata 2008, asap cair adalah cairan kondensat dari asap yang telah mengalami penyimpanan dan penyaringan untuk memisahkan tar dan bahan-bahan partikulat. Salah satu cara untuk membuat asap cair adalah dengan mengkondensasikan asap hasil pembakaran tidak sempurna dari kayu. Komposisi Asap Cair Tiga komponen utama dari asap cair yang berperan di dalam proses pengasapan yaitu senyawa fenol, karbonil dan asam. Komposisi senyawa-senyawa tersebut di dalam asap cair dipengaruhi oleh bahan baku dan proses pembuatannya. Komponen-komponen kimia dalam asap sangat berperan dalam menentukan kualitas produk pengasapan karena selain membentuk rasa, tekstur dan warna yang khas. Tabel di bawah ini menunjukkan analisis kimia yang dilakukan terhadap asap cair dari berbagai bahan baku Girard, 1992. Menurut Astuti 2000 dan Pranata 2007, komponen-komponen yang terkandung di dalam asap cair adalah sebagai berikut a. Senyawa Fenol Senyawa fenol berperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan Senyawa fenol dalam asap sangat tergantung pada suhu pirolisis kayu. Kualitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg. Beberapa jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol dan siringol. Guaiakol berperan memberi rasa asap, sementara siringol memberi aroma asap. Senyawa fenol dalam asap cair dapat menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas fluorescence, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus. Senyawa fenol juga dapat berfungsi sebagai antioksidan dengan cara menstabilkan radikal bebas. Senyawa fenol memiliki sifat anti-mikroba yang kuat dan salah satu kegunaan yang paling awal adalah sebagai antiseptik. Senyawa-senyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya hidrokarbon aromatik yang tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah gugus hidroksil yang terikat. Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid, keton, asam dan ester. Beberapa turunan senyawa fenol berdasarkan titik didihnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini b. Senyawa Karbonil Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan dan citarasa produk asapan. Kandungan senyawa karbonil dari berbagai jenis kayu bervariasi antara 8,56 - 15,23 % dengan variasi rata-rata 11,84 %. Jenis Senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanilin, siringaldehid, formaldehis, glikoaldehid dan aseton. Golongan senyawa ini mempunyai aroma seperti aroma karamel yang unik. Beberapa turunan senyawa karbonil berdasarkan titik didihnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini c. Senyawa Asam Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri, membentuk citarasa produk asapan, mempengaruhi pH dan umur simpan makanan. Jumlah asam merupakan 40 % dari distilat kondensat asap. Senyawa asam ini antara lain adalah asam asetat, propionat, butirat dan valerat. Kombinasi antara komponen fungsional fenol dan asam-asam organik yang bekerja secara sinergis mencegah dan mengontrol pertumbuhan mikroba. Beberapa turunan senyawa asam berdasarkan titik didihnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini d. Senyawa Hidrokarbon Polisiklis Aromatis HPA Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis HPA dapat terbentuk pada proses pirolisis. Diantara 100 lebih senyawa HPA yang terdeteksi dialam hanya 16 jenis senyawa yang merupakan polutan utama, salah satu jenis senyawa ini adalah benzoapirena telah dilaporkan merupakan senyawa yang mempunyai efek karsinogenik yang paling berbahaya, beresiko menjadi penyebab tumor dari pada senyawa HPA. Fungsi Asap Cair Fungsi komponen asap terutama adalah untuk memberi rasa dan warna yang diinginkan pada produk asapan, dan berperan dalam pengawetan dan bertindak sebagai antibakteri dan anti oksidan. Berikut ini adalah beberapa fungsi asap cair dalam kehidupan sehari-hari a. Pemberi Rasa Asap cair memberi rasa asap smoky khas yang tidak dapat diganti dengan cara lain. Fenol merupakan senyawa yang paling bertanggung jawab pada pembentukan aroma tipikal yang diinginkan pada produk asapan. Fenol dalam hubungannya dengan sifat sensoris mempunyai bau tajam menyengat. Meskipun Senyawa fenol memegang peranan penting dalam flavour asap, namun diperlukan senyawa lain seperti karbonil dan lakton agar flavor karakteristik asap dapat muncul. b. Pemberi Warna Ciri umun pemberi warna pada pengasapan bahwa warna dihasilkan langsung oleh tar yang terdeposisi pada pemuaian makanan selama proses pengasapan. Pewarna khas produk asapan berasal dari interaksi antara konstituen karbonil asap dengan gugus amino protein produk yang diasap. Warna produk berkisar dari kuning keemasan sampai coklat gelap. Pada pengasapan menggunakan asap cair, warna produk asapan dapat dioptimalkan dengan mengubah komposisinya. c. Anti bakteri Potensi asap cair sebagai antibakteri dapat memperpanjang masa simpan produk sebagai pengawet dengan mencegah kerusakan akibat aktivitas bakteri perusak atau pembusuk dan juga dapat melindungi konsumen dari penyakit karena aktivitas bakteri patogen. Senyawa yang mendukung sifat antibakteri dalam asap cair adalah fenol dan asam. Asap lebih kuat menghambat pertumbuhan bakteri daripada senyawa fenol, namun apabila keduanya digabungkan akan menghasilkan kemampuan penghambat yang lebih besar daripada masing-masing senyawa. d. Anti oksidan Asap cair memiliki sifat antioksidatif dan dapat digolongkan sebagai antioksidan alami. Senyawa yang berperan sebagai antioksidan adalah fenol, yang merupakan antioksidan utama dalam asap cair. Banyak produk asapan merupakan produk yang mengandung lemak. Fraksi retreran dan asap mempunyai sifat anti oksidatif, dan pada praktiknya asap digunakan untuk menghambat ketengikan pada berbagai produk asapan. Asap cair dapat berfungsi sebagai anti oksidan melalui pencegahan oksidasi lemak dengan menstabilkan radikal bebas dan efektif dalam menghambat pembentukan off flavor oksidatif. Macam-macam Tingkatan Grade Asap Cair Asap cair dapat dibedakan berdasarkan tingkatannya atau grade kualitasnya, yaitu sebagai berikut Asap cair grade 3. Asap cair jenis ini tidak dapat digunakan untuk pengawet makanan, karena masih banyak mengandung tar yang karsinogenik. Asap cair grade 3 tidak digunakan untuk pengawet bahan pangan, tapi dipakai pada pengolahan karet penghilang bau dan pengawet kayu biar tahan terhadap rayap. Cara penggunaan asap cair grade 3 untuk pengawet kayu agar tahan rayap dan karet tidak bau adalah 1 cc asap cair grade 3 dilarutkan dalam 300 mL air, kemudian disemprotkan atau merendam kayu ke dalam larutan. Asap cair grade 2. Asap cair ini dipakai untuk pengawet makanan sebagai pengganti formalin dengan rasa asap daging asap, ikan asap/bandeng asap berwarna kecoklatan transparan, rasa asam sedang, aroma asap sedang. Cara penggunaan asap cair grade 2 untuk pengawet ikan adalah celupkan ikan yang telah dibersihkan ke dalam 25 persen asap cair dan tambahkan garam. Biasanya ikan yang diawetkan dengan menggunakan asap cair grade 2 bisa tahan selama tiga hari. Asap cair grade 1. Asap cair ini digunakan sebagai pengawet makanan siap saji seperti bakso, mie, tahu, bumbu-bumbu barbaque. Asap cair grade 1 ini berwarna bening, rasa sedikit asam, aroma netral dan merupakan asap cair paling bagus kualitasnya serta tidak mengandung senyawa yang berbahaya untuk diaplikasikan ke produk makanan. Cara menggunakan asap cair grade 1 untuk pengawet makanan siap saji adalah 15 cc asap cair dilarutkan dalam 1 liter air, kemudian campurkan larutan tersebut ke dalam 1 kg adonan bakso, mie atau tahu. Saat perebusan juga digunakan larutan asap cair dengan kadar yang sama dilarutkan dalam adonan makanan. Biasanya bakso yang memakai pengawet asap cair grade 1 bisa tahan penyimpanan selama 4-5 hari. Manfaat Asap Cair Menurut Anon 2005, asap cair dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri, antara lain sebagai berikut Industri Pangan. Asap cair memiliki kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet karena sifat anti mikroba dan antioksidan. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secara langsung yang mengandung banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran yang semua tersebut dapat dihindari. Industri Perkebunan. Asap cair dapat digunakan sebagai koagulan lateks dengan sifat fungsional asap cair seperti antijamur, antibakteri dan antioksidan tersebut dapat memperbaiki kualitas produk karet yang dihasilkan. Industri Kayu. Kayu yang diolesi dengan asap cair mempunyai ketahanan terhadap serangan rayap daripada kayu tanpa diolesi asap cair dan juga bisa digunakan untuk bahan campuran larutan finishing meubel guna menambah ketahanan warna kuning keemasan. Industri Perikanan. Kandungan senyawa-senyawa kimia dalam asap cair seperti fenol, karbonil, dan asam memiliki kemampuan untuk mengawetkan dan memberikan warna serta rasa untuk produk makanan antara lain ikan. Pada proses pengasapan ikan dengan asap cair, unsur yang berperan dalam peningkatan daya awet ikan adalah asam, derivat fenol, dan karbonil. Unsur-unsur kimia tersebut antara lain dapat berperan sebagai pemberi flavor aroma, pembentuk warna,antibakteri, dan antioksidan. Proses Pembuatan Asap Cair Gambar di bawah ini menunjukkan skema gambar proses pembuatan asap cair sederhana yang menggunakan tungku yang berbentuk tabung dan api sebagai sumber kalor, dan pipa sebagai penghubung antara tungku dengan bak pendingin. Prinsip kerja alat ini dimulai dari kompor gas sebagai pembakaran bahan dan LPG sebagai bahan bakar. Pertama bahan di dalam tungku dipanaskan sehingga memperoleh asap dan didinginkan melalui saluran pipa sehingga menjadi cair. Pembakaran bahan pada suhu tinggi yakni antara 200°C – 400°C pada tungku bertekanan. Dengan proses ini akan dihasilkan arang serta asap. Asap ini kemudian dialirkan dan didinginkan sehingga mengembun menjadi cairan. Cairan ini yang kemudian dikenal dengan liquid smoke atau asap cair. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik biasanya cairan ini disuling destilasi ulang untuk memisahkan komponen berat dan komponen ringan, dengan memanfaatkan perbedaan titik didih masing-masing komponen. Daftar Pustaka Maga, 1987. Smoke in Food Processing. Florida CRC Press. Pszczola, 1995. Tour Highlights Production and Uses of Smoke-Based Flavors. Food Tech Journal. Simon, R., dkk. 2005. Composition and Analysis of Liquid Smoke Flavouring Primary Products. Food Sci Journal. Darmaji. 2006. Aktivitas Antibakteri Asap Cair yang Diproduksi Dari Bermacam-Macam Limbah Pertanian. Yogyakarta UGM Press. Darmadji, P. 2009. Teknologi Asap Cair dan Aplikasinya pada Pangan dan Hasil Pertanian. Yogyakarta UGM Press. Pranata, J. 2008. Pemanfaatan Sabut dan Tempurung Kelapa serta Cangkang Sawit untuk Pembuatan Asap Cair sebagai Pengawet Makanan Alami. Girard, 1992. Smoking in Technology of Meat Products. New York Clermont Ferrand. Astuti. 2000. Protype Alat Pembuatan Arang Aktif dan Asap Cair Tempurung. Jakarta Departemen Perindustrian Republik Indonesia. Anon. 2005. Prospek dan Potensi Tempurung Kelapa Sawit. Inforistek PDII-LIPI 3.

proses pembuatan bandeng asap